Senin, 13 Januari 2020

TRADISI MENGHARGAI GURU BESAR

DI LINGKUNGAN PRANA SAKTI, di mana saya berada di dalamnya, Pranasakti itu adalah sebuah Perguruan dan nama yang disepakati Perguruan dan Dakwah Beladiri Tanaga Dalam Islam Pranasakti, tetapi para muridnya merasa cukup menyebutnya Pranasakti dan bahkan mereka cukup dengan singkatan "PS" Prana Sakti disetting sebagai Perguruan, yang maksudnya ada ilmu yang diajarkan dan ada Pengajarnya yang disebut sebagai Guru Besar, tetapi Sang Guru Besar sering mengatakan bahwa Guru Besar yang sebenarnya adalah Al-Quran. Artinya apa yang digariskan oleh Guru Besar harus sejalan dengan Al-Quran, dan segala sesuatunya harus sepenuhnya mengacu kepada Al-Quran. Inti dari yang diajarkan oleh Perguruan ini adalah "Apapun Yang Terjadi Sampai Saya Mati, Saya Berpegang kepada Laailaaha Illallah"



Walaupun PS adalah sebuah Perguruan tetapi tidaklah berarti secara otomatis ada banyak kegiatan tulis menulis di Perguruan ini, jika tidak ingin dikatakan tak memiliki tradisi tulis menulis, apa yang diajarkan itu terucap dari apa yang dituturkan oleh Guru Besar, dan penuturan Guru Besar itulah yang akan menjadi pegangan bagi muridnya, bahkan para Gurui Besar pengganti, apalagi ketika para muridnya melaksanakan ajaran Guru Besar ternyata ilmu itu berkembang, dan perkembangannya antara murid yang satu beda dengan apa yang dialami murid yang lain, walaupun ditinjau dari segi status dan kelas adalah sama. Semakin banyak murid berprestasi, akan semakin banyak variasi dalam prestasi. Maka yang harus dijaga dan dipelihara adalah start awal, start awal itu adalah Ikrar Apapun Yang Terjadi Sam,pai Saya Mati, Saya Berpegang Kepada Laailaaha Illallah.

Dalam youtube di atas saya menampilkan  dua orang contoh, yaitu Prof.Dr. Qomaruddin Hidayat, dan yang kedua adalah Adi Masardi, yaitu Pengamat Politik. Seorang Prof.Dr. Qomaruddin Hidayat menahan diri tak mengatakan mengucapkan dan menggagas sesuatu yang bertentangan dengan orang yang pernah membesarkan namanya, yaitu Prov, Buya Hamka. Dan seorang lagi adalah Pengamat Politik Adi Masardi yang juga tak ingin bertentangan dengan sikap sikap orang yang pernah membesarkannya, yaitu Dr.Abdur Rachman Wahid.

Seorang Pro.Dr. Qomaruddin Hidayat adalah Staf Redaksi Majalah Panji Masyarakat Milik atau Warisan dari Dr. Buya Hamka, dalam hal ini Qomaruddin berpantang menuliskan sesuatu yang berbeda dengan pendapatr dan sikap yang diambil oleh Buya Hamka, demikian cara Qramuddin menghargainya. Sama Halnya dengan Adi Masyardi yang berpantang memiliki pemikiran, pernyataan dan beraktivitas yang bertentangan Gus Dur, karena beliau adalah Juru Bicara Gus Dur pada saat Gus Dur menjadi Presiden, tetapi sikap ini masih di bawa bawa Adi Masyardi hatta Gus Dur tak lagi Menjadi Presiden, bahkan kini Gus Dur telah tiada.

Sangat berat rasanya bagi seseorang yang berilmu untuk membatasi diri dalam bersikap dan berpendapat seperti yang dilakukan oleh Qoramuddin dan Adi Masyardi Qmaruddin adalah Profesor yang memang selalu dituntut untuk melakukan pembaharuan. Atau Adi Masyardi sebagai Pengamat yang akan dihargai akan kemampuannya untuk berbeda. Tetapi justeru mereka bisa, mereka bisa karena mereka mengerti dan memahami. Mereka pantas kita teladani.  

Kamis, 02 Januari 2020

GRUP WA KAMI AKAN MEMBANGUN AKAL SEHAT

AKAL SEHAT, itu harapan sekaligus tekat kawan kawan Grup WA alumni UIN Raden Iantgan Bandar Lampung, Grup  itu membentuk kegiatan untuk menkhatamkan bacaan Al-Quran setiap dua hari dengan cara membagi habisa Zuz Zuz Al-Quran yang sebanyak 30 Juz itu. SAemula masing masing anggota kebagian 1 Juz yang harus dibaca dan pada hari kedua harus selesai, tetapi karena anggota semakin banyak, maka tidak jarang 1 Juz harus dibaca oleh dua orang, sehingga, juz itu dibaca dua kali dalam satu poeriode, belakangan ternyata para anggota itu justeru beruibah  masing masing meminta dua Juz.
Tertulis di halaman WA bahwa Khatam Alquran itu adalah dalam rangka mempertahankan akal sehat, apalagi dihari tua ini, dengan kata lain, cara untuk mempertahankan akal sehat itu adalah al-Quran.