Senin, 26 April 2021

SUMBANGAN M HIMYSRI YUSUF TENTANG FALSAFAH PIIL PESENGGIRI

SAYANG BELIAU TAK PANJANG UMUR  almarhum M Himyari Yusufa yang dengan penuh keyakinan menghabarkan bahwa Kata Pesenggiri itu berasal dari kata Pesenggekh ata Pesengger  di hadapan sejumlap Profesor beliau kelahiran dari Keluarga Anggota dan Warga pendukung dan pelaku Budaya Pepadun Tulang bawang beliau di Kampus UIN Raden Intan Bzndzr Lampung, terkenal segai tokoh yang memiliki perhatian yang serius kepada Kebudayaan Lampung dimana Iya dilahirkan. Apa yang ditulisnya dan yang diucapkannya serta apa yang dipikirkannya dihadapan Tim Pengji dengan dampingan para Akademisi terpilih. Beliau mengatakan bahwa Falsafah Piil Pesenggiri itu berasal dari kata kata dan Bahasa serta Pemikiran Pemikiran yang berkembang di Lampung. 

Pesenggekh atau Pesengger yang kelak menjadi Pesenggiri atau lengkapnya sebagai Falsafah Piil Pesenggiri itu berasal dari mekanisme desa tetapi bernuansa kekotaan  dan dari pilihan bahasa yang digunakan ternyata tidak terlalu terikat dengan suasa dan mental perkampunga atau pedesaau yang agraris, juga bermental kekotaan dan industrialis. Tetapi uraian berikut ini kita akan meneropong suasana dan situasi yang dihadapi oleh masyarakt yang memanfaatkan fasilitas jalan pada beberapa abad sebelum mencapai Kemerdekaan Republik Indonesia atau pada saat Falsafah Piil Pesenggiri tersusun.  Dalam hal ini maka keberadaan Kiyai atu Ustad tentu saja harus kita eksploitir karena pada saat itu sedang terjadi aktivitas dakwah yang gencar sehingga  kelak setelah Kemerdekaan jumlah penganut agama Islam emcapai 90%, akan kita bandingkan dengan hasil penelitian ditemukan bahwa 90% masyarakat pada saat itu mengalami buta huru, sedangkan dalam waktu yang bersamaan ternyata 80% dari ummat Islam sudah mahir membaca Al-Quran. 

Kita bisa bayangkan betapa panjangnya sebuah perianan dakwah pada saat untuk membuat ummat melek huruf al-Quran, demikian panjang dan seringnya perjalanan dakwah itu dilaksanakan, tetapi sejak dahulu  sudah menjadi rahasia umum bahwa dakwah itu diselenggarakan  justeru oleh para pedagang. Kemampuan masyarakat kota hingga jauh di desa desa di balik balik pegunungan atau dilembah lembah hingga garius pantai memiliki kemampuan membaca Quran dengan lancar, dan buta huruf Latin tidak menjadi masalah bagi ujmmat untuk merasa akrab dengan hurup alquran, apalagi pembelajaran membaca al Qyran itu  sejatinya diselenggarakan oleh para saudagar yang memimpin semua perjalanan perbiagaan, siang mereka berdagang dan malam mereka melaksanakan pengajian, baik belajar mengaji Quran maupun  terjemahan, fikih, tauhid, hadits serta tarikh Islam dan lain lain.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar