Sampai pada suatu saat tampil seorang Himyari Yusuf Dosen Fakultas Ushuluddin yanng sedang menyusun Disertasi S3 nya di Fakultas Filsafat Universitas Gajahmada (UGM) Yogyakarta dalam disertasinya itu beliau mengatakan bagwa Lata Pesenggiri berasal dari Kata Pesenggekh atau Pesengger yang artrinya Perswis. Ternyata kata itu Bukan sembarangan, karena terjadi pergumulan Panjang yang tentu tak akan berlangsung sederhana, ternyata Udo Karzi benar.
Akhirnya ketika Himyari Yusuf akan menyusun Disertasi S3 di Fagultas Filsafat Universitas Gajahmada (UGM) beliau menemukan ada kata yang paling dekat dengan kata Pesenggiri. Beliau meyakini kata Pesenggiri berasal dari kata Pesenggekh (pesengger), dan kata kata itu memang masih terpakai huingga saat sekarang. Kata Pesenggekh (pesengger) adalah untuk menggambarkan situasi bertemunya kendaraan dalam posisi berlawanan arah, jika yang satu dari Barat ke arah Timur dan yang lain lagi dari Timur ke arah Barat, maka titik pertemuan kendaraan itu lazim dizebut pesenggekh (pesengger).
Dalam situasi seperti itu maka manakala jalam dalam keadaan sempit maka keduanya harus mengurangi kecepatan agar masing masing bisa mengendalikan diri dan keberadaannya tidak menjadikan halangan bagi kendaraan lain untuk melaju. Sedang bila menemukan jalam dalam keadaan tak memungkinkan bersama sama melaju hatta berhati hati sekalipun, maka disepaklati salah satunya harus menghentikan perjalanan bagi siapa yang menemukan posisi agar bisa berhenti lebih menepi. Adanya kesepahaman antara satu dengan yangh lain dalam berlalu lalang dijalan milik umum ternyata dijadikan gagasan menentukan nama sebuah falsafah yang seyogyanya dianut secara bersama yaitu Falsafah Piil Pesenggiri yang berasal dari kata Pesenggekh atau (Pesengger) lalu dalam perkembangan sedemikian rupa menjadi Pesenggiri. Seyogyanya pandangan falsafah seperti itulah yang melahirkan atuan aturan baku dalam menggunakan fasilitas umum, lalu diterjemahkan dalam bentuk rambu rambu lalu lintas.
Tetapi situasi yang dihadapi ketika Falsafah Piil Pesenggiri ini tersusun adalah dalam situasi ketidakpastian, bisa ketidak pastian hukum, ketidak pastian keamanan dan banyk hal lagi ketidakpastian lainnya, seperti ketidak pastian keadaan alam, bahkan binatang dan lain sebagainya., belum lagi masalah internal dan eksternal, serta sarana dan prasarana dalam bertransportasi. Dalam situasi yang demikian itu
Itulah sebabnya sejak awal sayapun ikut meyakini bahwa sejatinya Falsafah Piil Pesenggiri ini diciptakan oleh kelompok diluar kekuasaan, artinya dalam menyusun falsafah ini juga sangat melibatkan tokoh masarakat umum, hampir dapat dipastikan manakala penguasa yang yang ikut menyusun sebuah falsafah dan peraturan lainnya maka akan didominasi oleh upaya upaya untuk memperkuat kelompok pemimpin atau penguasa untuk melanggengkan kekuasaannya, atau nsetidak tidaknya adalah untuk memaksakan pihak yang dipimpin mengeluarkan sebagian dari kekayaannya untuk selain untuk kesenangan atau kegembiraan para penguasa atau untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan dalam transaksi dengan kekuasaan di luar Pemerintah, semisal transaksi antara penguasa dengan pengganggu keamanan yang juga sebenarnya telah memperkuat diri dengan tim timnya untuk mendapatkan keuntungan yang bisa digunakan untuk mendapatkan kebutuhan yang diperlukan juga dalam mempertahankan kemudahan dan dan kenyamannya. Serting sekali para Penguasa memang harus lebih mengutamakan terselenggaranya transaksi dengan pihak yang ingin berkuasa tetapi bukan dengan dalih kekuasaan, seperti dalih perniagaan tetapoi mereka bermain mata dengan pembuat keonaran. Karena pada saat itu belun lagi masyarakat mengenal teori teori Trias poliutika. Yaitu adanya pihak Ekskutip, legislatif dan ihak Yudikatip. Pada saat itulah Falsafah Piil Pesenggiri itu terkahirkan.
Ditilik dari Struktur Falsafah Piil Pesenggiri itu sendiri maka diyakini bahwa pada saat itu sedang dikuasai oleh Penguasa yang memiliki kekuasaan yang sangat terbatas, dan kita bisa membandingkan dengan Falsafah yang muncul di daerah lain yang sedang dikuasai Penguasa yang memiliki kekuasaan yang tidak terbatas, maka akan nampak sekali bahwa ada ubsur unsur yang nantinya akan dirasakan sebagai sesuatu yang bisa menguntungkan stu pihak dan akan merugikan atau bahkan menidakkan pihak lainnya.
Kembali ke situasi riil yang dihadapai masyarakat dimana istilah Pesenggiri dari kata Pesenggekh itu adalah dari sebuah mekanisme tersebarnya sebuah saebuah informasi penting, sesungguhnya ini sedang terjadi upaya pembangunan sebuah gedung pusat innformasi pada saat itu, di mana informasi informasi ini sesungguhnya bisa ditangkap oleh para pihak yang memiliki getaran getaran yang banyak digunakan oleh para pihak, sehingga berbagai informasi yang tentu saja harus dikemas sedemikian rupa sehingga memiliki peluang untuk saling terjadi pertukaran informasi antara semua pihak. Lalu secara langsung atau tidak langsung maka terjadilah rumusan yang terangkum dalam Falsafah Piil Pesenggiri.
Perwis atau Pesengger pada saat itu adalah bertemunya kafilan dengan kafilah lain, bertemunya kelompok pejalan yang singkat dekat atau dekat dengan pejalan jarak jauh atau sama sama pejalan jauh yang pada saat itu atau di daerah itu membutuhkan sejumlah informasu informasi penting, informasi bisa meliputi masalah kemanan terkait dengan cuasa, manusia maupun binatang ataupun kondisi jalan yang akan ditempuh.
Pertemuan dengan penggunaan atau pemanfaatan saat pesenggekh ataupun pesengger ternyata diam diam sejatinya adalah sedang terjadi sebuah tarnsaksi transaksi dengan cara cara yang lazim pada saat itu yang adalah tentu saja dengan berbagai kepentingan, katakanlah ada pihak yang melakukan perjalanan perdagangan, ada seedar anjang sana, tetapi sesunggunya ada juga yang melakkukan perjalanan dakwah. Dan tentu saja akan menjadi lumrah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar