Kamis, 24 Januari 2019

DIMENSI AKSIOLOGIS FILSAFAT HIDUP PIIL PESENGGIRI DAN RELEVANSINYA TERHADAP PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN DAERAH LAMPUNG


(dalam proses pengeditan)  
 
Oleh: Himyari Yusuf


Abstract

The way of life of Lampung people, Piil Pesenggiri, essentially is related to existence of human beingcorrel ating To God, other human, and nature .  From the axiological dimension, Piil Pesengiri contains some values, such as divinity, religious ity, spirituality, morality, intellectuality, individuality, sociality, and material. Those values can be pressed into three values: divinity, humanity, and vitality Strategy of cultural development in Lampung must refer to the values of  Piil Pesenggiri. It focus on political system of leadership/ power, economy, environment and education.  The  reason is governmental, economical, and environmental policy philosophically can impact and form mindset and lifestyle of Lampung people.

Keywords:  Piil Pesenggiri,  value of divinity,  value of humanity,  value of vitality.



A.  Pendahuluan 
Manusia dalam konteks ontologis kebudayaan adalah  manusia yang dipandang  secara totalitas yang meliputi dimensi tubuh, emosi, pikiran dan hati nurani serta ruh, maka dalam berbagai kreatifitas dan aktifitas kehidupan manusia tidak terbatas pada berpikir dan ilmu, perasaan dan estetika, etika dan moralitas  semata, tetapi juga dalam agama (religius) dan spiritualitas
(Asy'arie, 1999: 62). Terkait dengan dasar ontologis kebudayaan tersebut, dapat dipahami bahwa terdapat keniscayaan hubungan kebudayaan dan kemanusiaan serta memastikan bahwa setiap  manusia  yang bereksistensi di dalam kesemestaan ini terlepas dari suku bangsa manapun pasti memiliki sistem kebudayaan. Salah satu  suku bangsa manusia yang eksis di bumi Nusantara adalah suku





B.  Struktur dan Hakikat Filsafat Hidup  Piil Pesenggiri

Maria  (1993: 20) menjelaskan  istilah  Piil berasal dari bahasa  Arab yaitu Fi’il yang berarti perilaku dan Pesenggiri  berarti  keharusan bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri serta tahu akan berbagai kewajiban dan hak.    Tidak berbeda dengan Maria, Radja Intan yang dikutip Zarkasi (2007: 15-16) juga menjelaskan bahwa kata  Piil  berasal dari kata Fi'il  dalam bahasa Arab yang berarti perbuatan, perangai, perilaku dan Pesenggiri  berasal dari kata pesenggegh yang berarti pertemuan pada suatu titik atau pada satu garis lurus.

Dalam pengertian yang lebih luas filsafat hidup  Piil  Pesenggiri  meliputi nilai nilai luhur dan hakiki yang menunjukkan kepribadian serta jati diri masyarakat Lampung, karena nilai-nilai  luhur yang ada di dalam filsafat hidup tersebut secara esensial sesuai dengan paham kemanusiaan yang disesuaikan dengan kenyataan hidup masyarakat Lampung serta diakui kebenarannya   (Fachruddin dan Haryadi, 1989: 25). Filsafat hidup Piil Pesenggiri didukung oleh empat unsur, yaitu: 1) Bejuluk Adek, 2) Nemui Nyimah , 3) Nengah Nyappur dan  4)  Sakai Sambaian  (Ratnawati, Ed., 1992: 3- 4). Adapun kandungan  makna keempat unsur tersebut dikemukakan oleh Chaidar  (2000: 75-76):
1)   Bejuluk Adek, bermakna keharusan berjuang untuk meningkatkan   kesempurnaan hidup, bertata tertib dan bertata krama  yang sebaik mungkin.
2)   Nemui Nyimah yang bermakna keharusan bersikap hormat dan
sopan santun terhadap sesama dan terhadap seluruh realitas yang ada disekitar.
3)   Nengah Nyappur  yang  bermakna keharusan untuk berinteraksi dan bergaul, mengembangkan ide-ide pemikiran dan pendapat pendapat sesuai  dengan konteks ruang dan waktu.
4)   Sakai Sambayan bermakna keharusan berjiwa sosial dan
Tolong menolong dalam segala bentuk kegiatan untuk mencapai kebaikan.

Memperhatikan pengertian dan kandungan makna filsafat hidup  Piil Pesenggiri di atas, maka tidak berlebihan jika secara  reflektif filsafat hidup tersebut dikatakan niscaya mengandung  makna atau nilai- nilai yang sangat luas dan hakik i yang tidak hanya  menyangkut kehidupan material tetapi sekaligus menyangkut kehidupan immaterial, tidak hanya bersifat individual tetapi juga sosial. Agar nilai- nilai luhur tersebut dapat dipahami secara baik
dan benar, maka filsafat hidup Piil Pesenggiri dengan keempat unsur pendukungnya itu  harus ditempatkan sebagai sebuah struktur


atau sebagai sebuah bangunan yang satu dengan lainnya saling kait
mengkait dan saling menguatkan (Rizani, 2006: 3).

Haryadi (1996: 49) mengemukakan bahwa filsafat hidup  masyarakat Lampung yang disebut Piil Pesenggiri  secara esensial berkaitan dengan eksistensi manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam lingkungan. Oleh karena itu secara filosofis dapat dikatakan bahwa filsafat hidup Piil  Pesenggiri pasti mengandung nilai ketuhanan, nilai- nilai kemanusiaan dan nilai nilai kehidupan.


C. Filsafat Hidup  Piil Pesenggiri dalam Perspektif Aksiologi

Aksiologi menurut Kattsoff (1992: 327.328) adalah teori atau pengetahuan yang menyelidiki kriteria dan hakikat nilai, sehingga aksiologi pasti terkait dengan nilai dan penilaian. Nilai ialah sesuatu yang karenanya orang melakukan sejenis tanggapan tertentu atau suatu tanggapan penilaian (Bakhtiar, 2004: 165, Kattsoff, 1992: 332). Karena itu artikel ini fokus pada pemahaman tentang hakikat dan fungsi nilai nilai filsafat hidup  Piil Pesenggiri. Adapun beberapa nilai yang ditemukan dalam filsafat hidup Piil Pesengiri  dengan keempat unsur pendukungnya  tersebut  secara
keseluruhan adalah: nilai ketuhanan (kekudusan), nilai religius (keagamaan), nilai spiritual, nilai moral, nilai intelektual, nilai individual, nilai sosial dan nilai material. Nilai nilai tersebut dapa dipadatkan lagi menjadi
nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan dan nilai kehidupan.


Pemadatan nilainilai tersebut berdasarkan asumsi falsafati bahwa ketiga nilai yang bersifat universal dan abstrak itu adalah sumber dan tempat diturunkannya nilai nilai yang lain, misalnya nilai ketuhanan yang berkaitan erat dengan nilai religius menurunkan nilai spiri tual dan nilai kemanusiaan, kemudian nilai kemanusiaan menurunkan nilai kehidupan yang meliputi nilai moral,  nilai sosial,  nilai individual,  nilai intelektual  dan nilai  material.

Nilai nilai tersebut  merupakan sebuah struktur yang utuh,  nilai yang satu dengan nilai yang lainnya memiliki korelasi atau hubungan yang sangat erat dan mendasar.

1.    Hakikat dan Fungsi Nilai Ketuhanan  dalam Filsafat Hidup Piil  Pesenggiri
A.Saih, salah satu tokoh adat kebudayaan Lampung Pepadun Tulangbawang, dalam wawancara dengan penulis pada tanggal 14 Juni 2010 menjelaskan bahwa nilai ketuhanan dalam  filsafat hidup  Piil Pesenggiri bersifat absolut dan tidak berubah oleh perkembangan zaman. Keyakinan masyarakat Lampung adalah bahwa seluruh isi jagat raya ini berasal, diciptakan dan milik Tuhan  sehingga keyakinan kepada Tuhan menjadi ruh dari seluruh kehidupan masyarakat Lampung, termasuk menjiwai filsafat hidup  Piil Pesenggiri dan seluruh unsur pendukungnya Ia menambahkan bahwa kepercayaan masyarakat Lampung terhadap Tuhan sudah berjalan cukup lama atau semenjak masyarakat Lampung eksis di bumi Lampung atau mulai dari zaman Animisme hingga masuknya Islam di Lampung.


Relevan dengan penjelasan   A. Saih tersebut, dalam kitab Kuntara Radjaniti tepatnya pada pasal   “Berguru dari  Pengalaman”,  di antara ayatnya menyebutkan,   “ Sebab yang kini  dinanti di sana, Dunia ditimbang akhirat, Bumi ditimbang langit,  Siang ditimbang malam, Susah ditimbang senang, Pahit ditimbang manis, Salah ditimbang benar, Perkara ditimbang hukum. Yang  empunya hukum adalah Tuhan, hukum itulah yang harus ditakuti   (ditaati), maka manusia harus berhati hati. Tuhan itu tahu di luar tahu, di dalam tahu, di muka tahu, di belakang tahu, maka janganlah takabbur, ujub dan riak.”  Ketentuan pasal pasal tersebut  mengandung makna bahwa semua kreatifitas dan aktifitas yang dilakukan manusia di dunia ini akan membawa akibat di hadapan Tuhan dalam bentuk pertanggungjawaban di alam pertimbangan kelak. Karena itu manusia dalam menjalankan kehidupan di  dunia ini harus dengan keseimbangan dan ketelitian atau kehati hatian  serta sesuai dengan kehendak Tuhan. Keharusan semacam itu  berdasarkan keyakinan masyarakat Lampung bahwa Tuhan Maha  Tahu atas kesemestaan dengan segala isinya termasuk manusia dengan semua kreatifitas dan aktifitas yang dilakukan dalam  kehidupan.

 Dapat ditegaskan bahwa hakikat nilai ketuhanan bagi  masyarakat Lampung adalah sumber dari segala sumber yang  mendasari dan memancar ke dalam seluruh rangkaian kehidupan manusia. 


Setelah memahami hakikat nilai ketuhanan tersebut,  kemudian dapat dikemukakan mengenai fungsi nilai ketuhanan  dalam filsafat hidup  Piil Pesenggiri. Secara filosofis nilai ketuhanan   itu berfungsi sebagai sumber dan dasar dari seluruh inspirasi
masyarakat Lampung dalam menjalankan seluruh aktifitas untuk  mencapai tujuan kehidupan. Dalam pengertian bahwa seluruh  aktifitas masyarakat Lampung harus bernuansa ibadah kepada  Tuhan atau yang bernilai positif sesuai dengan perintah Tuhan, baik kreatifitas dan aktifitas yang bersi fat praktis maupun teoretis,  vertikal maupun horizontal.  Inilah yang disebut nilai nilai  religiusitas. Karena itu nilai ketuhanan dalam konteks filsafat hidup  masyarakat Lampung dikatakan berkorelasi dengan nilai religius. Bagi masyarakat Lampung tidak ada nilai ketuhanan tanpa nilai  religius (agama) dan sebaliknya tidak ada nilai religius (agama)
tanpa nilai ketuhanan.


Nilai ketuhanan dan nilai religius ini  juga berkaitan erat dengan nilai spiritual. Menurut Keraf (2002: 282) nilai spiritual  merupakan nilai yang berkorelasi dengan kesadaran akan adanya hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Tuhan yang ada pada  kesemestaan ini. Nilai spiritualitas merupakan kesadaran yang lebih  tinggi sekaligus juga mendasari dan mewarnai seluruh hubungan  dari semua ciptaan di alam semesta, termasuk hubungan manusia   dengan manusia, manusia dengan alam dan manusia dengan yang  Maha Gaib atau yang Kudus.  Penjelasan Keraf itu koheren dengan apa yang dikemukakan A. Saih (Wawancara, tanggal 14 Juni 2010) bahwa masyarakat adat Lampung semenjak zaman  Animisme  telah mengakui adanya nilai  nilai spiritual (gaib).


Masyarakat Lampung sejak awal telah  memperhitungkan kekuatan  kekuatan gaib (nilai spiritual) seperti
pada saat membuka ladang dan akan mendirikan rumah terlebih  dahulu diada  kan upacara doa bersama dan lain sebagainya. Lebih  jelas lagi dalam sistem kepercayaan masyarakat Lampung alam  diperlakukan secara terhormat karena diyakini oleh masyarakat  Lampung manusia dan alam adalah sebagai makhluk Tuhan yang  sama  sama memiliki kekua
tan spiritual (gaib). Manusia dan  makhluk alam lainnya ditempatkan sebagai yang harmonis, sebab  keduanya saling memberi makna dalam kehidupan. Keraf (2002: 283) menambahkan bahwa pengaruh langsung dari nilai spiritual  adalah setiap perilaku manusia bahkan  sikap batin yang paling  tersembunyi dilubuk hati manusia harus ditempatkan dalam konteks  yang sakral dan spiritual sehingga baik secara individu maupun  kelompok, perilaku dan sikap batin manusia harus murni, bersih baik terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun terhadap alam. Di sini nilai ketuhanan berfungsi sebagai pendorong, pengarah dan  pedoman umat manusia (masyarakat Lampung) untuk mencapai cita  cita luhur dan tujuan hidup yang sesuai dengan hakikat  kemanusiaan.


2.    Hakekat dan Fungsi Nilai Kemanusiaan  dalam Filsafat Hidup Piil
Pesenggiri

Nilai kemanusiaan dengan mengacu pada hakekat manusia  dalam pandangan masyarakat Lampung adalah bahwa manusia  secara ontologis merupakan makhlukmonodualis, yang terbentuk   dari unsur  material (jasad) dan immaterial (ruh), memiliki potensi  dasar yang disebut akal, indera dan hati (intuisi) serta secara kodrati   bersifat individual dan sosial. Hakikat manusia dalam filsafat hidup  Piil Pesenggiri  ini sesuai dengan hakekat manusia dalam kajian  Pancasila dan Islam.  Kaelan (2002: 160) mengemukakan bahwa manusia sebagai  makhluk Tuhan sejak lahir adalah merupakan makhluk pribadi yang  tersusun atas jasmani dan rohani. Manusia memiliki akal budi dan  kehendak yang pada awalnya merupakan suatu potensi yang harus  berkembang terus menerus untuk menjadi pribadi yang sempurna
dan mencapai tujuan eksistensinya. Kaelan (2002: 161-162)  menambahkan bahwa yang dimaksud nilai kemanusiaan itu adalah  kesesuaian dengan hakikat manusia.

Unsur unsur hakikat manusia  itu dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Susunan kodrat manusia terdiri atas:
     a. Raga yang terdiri atas unsur benda mati, unsur binatang dan
         unsur tumbuhan
     b. Jiwa terdiri atas unsur akal, rasa dan kehendak.
2. Sifat sifat kodrati manusia terdiri:
     a. Makhluk individu
     b. Makhluk sosial.
3. Kedudukan kodrat manusia terdiri atas:
     a. Makhluk berdiri sendiri
     b. Mahluk Tuhan.

Secara filosofis dapat diinterpretasikan bahwa hakekat  manusia yang terbentuk dari unsur raga dan jiwa menunjukkan  bahwa manusia adalah makhluk material spiritual (raga dan jiwa),  individual dan sosial, berdiri sendiri dan makhluk Tuhan.  Konsekuensi dari hakekat tersebut, maka yang dimaksud nilai  kemanusiaan meliputi berbagai macam nilai seperti yang
Dikemukakan  Walter G. Everet yang dikutip oleh Kodhi dan Soejadi
(1994: 23, 24) yang mengolongkan nilai manusiawi ke dalam
delapan golongan:
    1.Nilai nilai ekonomis (ditujukan oleh harga pasar dan meliputi
       semua benda yang dapat dibeli).
    2, Nilai kejasmanian (membantu pada  kesehatan, efisiensi dan    
        keindahan  dari kehidupan badan).
3.    Nilai nilai hiburan  (nilai nilai permainan dan waktu  senggang yang dapat  menyumbang pada pengayaan  kehidupan).
4.    Nilai nilai sosial (berasal mula dari perserikatan
manusia).
5.    Nilai nilai watak (keseluruhan dari keutuhan kepribadian dan sosial yang dinginkan).
6.    Nilai nilai estetis (nilai nilai keindahan dalam alam dan  karya
 seni).
     7.  Nilai nilai intelektual (nilai nilai pengetahuan dan pengejaran
          kebenaran).
     8. Nilai nilai keagamaan.

Macam macam  nilai yang berkaitan dengan kemanusiaan  tersebut di atas dapat diperas lagi menjadi nilai material dan ketuhanan (material dan immaterial). Oleh sebab itu manusia  dikatakan sebagai makhluk kedua,tunggalan atau dwitunggal. Jadi  hakikat nilai kemanusiaan itu adalah nilai material dan nilai  kekudusan atau ketuhanan yang bersifat kedua  tunggalan.  Soejadi (1999: 98) mengemukakan bahwa sila kemanusiaan  dalam Pancasila meliputi pengakuan persamaan derajat, hak dan  kewajiban antara sesama manusia, saling mencintai sesama manusia, mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena mena,  menjunjung tinggi persoalan persoalan kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, sikap hormat menghormati dan bekerjasama.  Sedangkan manusia dalam pandangan Islam, sebagaimana  diungkapkan oleh Nasution (2005: 30-31), seperti halnya dalam agama  monoteisme  lainnya, tersusun dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan kebutuhan materiil, sedangkan roh manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan spiritual. Relevan dengan Nasution,  Jalaluddin dan Abdullah (2007: 130.131)  mengemukakan bahwa Islam secara tegas mengatakan hakikat manusia berkaitan antara badan dan ruh. Menurut Islam manusia terdiri dari substansi materi dari bumi dan ruh yang berasal dari Tuhan.

Oleh karena itu hakikat manusia adalah ruh dan jasadsebagai alat yang dipergunakan ruh dan tanpa keduanya maka bukan manusia.  berkualitas, dalam arti seorang pemimpin harus memiliki integritas
religiusitas, spiritualitas, moralitas dan intelektualitas serta komitmen semacam itu harus dijalankan secara konsekuen (sebagai panggilan suci) dan penuh dengan tanggung jawab.

Kalimat ketiga  mengandung makna seorang pemimpin harus berhati hati dalam menetapkan suatu kebijakan, karena setiap kebijakan akan membawa konsekuensi baik di hadapan manusia maupun dihadapan Tuhan (pemimpin harus moralis dan teologis).

Kalimat Keempat mengandung makna bahwa pemimpin harus menjaga moralitas agar tidak terjebak dalam prilaku yang tidak baik, sehingga masuk dalam ranah kejahatan. Kalimat kelima  menunjukkan beberapa contoh yang dapat  merusak kehidupan masyarakat jika pemimpin (penyimbang)
 tidak dapat menjaga dan melaksanakan empat ketentuan sebelumnya, misalnya pemimpin  tidak dapat mewujudkan kebersamaan, berperilaku yang tidak  berkeadilan dan tidak memberikan kepeloporan, keteladanan dan
tidak memahami keinginan dan cita cita luhur masyarakat. Jadi  aktualisasi politik kepemimpinan sangatlah urgen sebagai strategi  pengembangan kebudayaan dan peradaban masyarakat yang  berbasis nilai nilai luhur kemanusiaan dalam filsafat hidup Piil Pesenggiri). Untuk menciptakan kebudayaan yang berdasar kan nilai nilai  kemanusiaan tersebut, secara kausalitas sangat tergantung pada  model politik para pemimpin yang mengedepankan asas musyawarah dan mufakat yang  dalam filsafat hidup  Piil Pesenggiri disebut sebagai kongkretisasi nilai keseimbangan dan kewiba waan.

Nilai keseimbangan artinya tidak berfokus pada kepentingan  pribadi, kelompok atau golongan, melainkan untuk kebersamaan  dan keadilan yang berkeseimbangan. Nilai kewibawaan artinya  seorang pemimpin harus mampu memahami eksistensi diri yang  dikelilingi oleh berbagai realitas yang dipimpin, maka pemimpin  harus memiliki kemampuan, baik kemampuan lahiriah maupun  batiniah.


Bersambung ......

Tidak ada komentar:

Posting Komentar