(dalam proses pengeditan)
Oleh: Himyari Yusuf
|
Abstract
The way of life of Lampung people, Piil Pesenggiri,
essentially is related to existence of human beingcorrel ating To God,
other human, and nature . From the
axiological dimension, Piil Pesengiri contains some values, such as divinity,
religious ity, spirituality, morality, intellectuality, individuality,
sociality, and material. Those values can be pressed into three values:
divinity, humanity, and vitality Strategy of cultural development in Lampung
must refer to the values of Piil
Pesenggiri. It focus on political system of leadership/ power, economy,
environment and education. The reason is governmental, economical, and
environmental policy philosophically can impact and form mindset and lifestyle
of Lampung people.
Keywords: Piil
Pesenggiri, value of divinity, value of humanity, value of vitality.
A. Pendahuluan
Manusia dalam
konteks ontologis kebudayaan adalah
manusia yang dipandang secara
totalitas yang meliputi dimensi tubuh, emosi, pikiran dan hati nurani serta
ruh, maka dalam berbagai kreatifitas dan aktifitas kehidupan manusia tidak
terbatas pada berpikir dan ilmu, perasaan dan estetika, etika dan
moralitas semata, tetapi juga dalam
agama (religius) dan spiritualitas
(Asy'arie,
1999: 62). Terkait dengan dasar ontologis kebudayaan tersebut, dapat dipahami
bahwa terdapat keniscayaan hubungan kebudayaan dan kemanusiaan serta memastikan
bahwa setiap manusia yang bereksistensi di dalam kesemestaan ini
terlepas dari suku bangsa manapun pasti memiliki sistem kebudayaan. Salah
satu suku bangsa manusia yang eksis di
bumi Nusantara adalah suku
B. Struktur
dan Hakikat Filsafat Hidup Piil Pesenggiri
Maria (1993: 20) menjelaskan istilah
Piil berasal dari bahasa Arab
yaitu Fi’il yang berarti perilaku dan Pesenggiri berarti
keharusan bermoral tinggi, berjiwa besar, tahu diri serta tahu akan
berbagai kewajiban dan hak. Tidak
berbeda dengan Maria, Radja Intan yang dikutip Zarkasi (2007: 15-16) juga
menjelaskan bahwa kata Piil berasal dari kata Fi'il dalam bahasa Arab yang berarti perbuatan,
perangai, perilaku dan Pesenggiri
berasal dari kata pesenggegh
yang berarti pertemuan pada suatu titik atau pada satu garis lurus.
Dalam
pengertian yang lebih luas filsafat hidup
Piil Pesenggiri meliputi nilai nilai luhur dan hakiki yang
menunjukkan kepribadian serta jati diri masyarakat Lampung, karena
nilai-nilai luhur yang ada di dalam filsafat
hidup tersebut secara esensial sesuai dengan paham kemanusiaan yang disesuaikan
dengan kenyataan hidup masyarakat Lampung serta diakui kebenarannya (Fachruddin dan Haryadi, 1989: 25). Filsafat
hidup Piil Pesenggiri didukung oleh empat unsur, yaitu: 1) Bejuluk Adek, 2)
Nemui Nyimah , 3) Nengah Nyappur dan
4) Sakai Sambaian (Ratnawati, Ed., 1992: 3- 4). Adapun
kandungan makna keempat unsur tersebut
dikemukakan oleh Chaidar (2000: 75-76):
1)
Bejuluk Adek,
bermakna keharusan berjuang untuk meningkatkan kesempurnaan hidup, bertata tertib dan
bertata krama yang sebaik mungkin.
2) Nemui Nyimah yang bermakna keharusan bersikap hormat
dan
sopan santun terhadap sesama dan terhadap seluruh
realitas yang ada disekitar.
3) Nengah Nyappur
yang bermakna keharusan untuk
berinteraksi dan bergaul, mengembangkan ide-ide pemikiran dan pendapat pendapat
sesuai dengan konteks ruang dan waktu.
4) Sakai Sambayan bermakna keharusan berjiwa sosial dan
Tolong menolong dalam segala bentuk kegiatan untuk
mencapai kebaikan.
Memperhatikan
pengertian dan kandungan makna filsafat hidup
Piil Pesenggiri di atas, maka tidak berlebihan jika secara reflektif filsafat hidup tersebut dikatakan
niscaya mengandung makna atau nilai-
nilai yang sangat luas dan hakik i yang tidak hanya menyangkut kehidupan material tetapi sekaligus
menyangkut kehidupan immaterial, tidak hanya bersifat individual tetapi juga
sosial. Agar nilai- nilai luhur tersebut dapat dipahami secara baik
dan benar, maka
filsafat hidup Piil Pesenggiri dengan keempat unsur pendukungnya itu harus ditempatkan sebagai sebuah struktur
atau sebagai
sebuah bangunan yang satu dengan lainnya saling kait
mengkait dan
saling menguatkan (Rizani, 2006: 3).
Haryadi (1996:
49) mengemukakan bahwa filsafat hidup
masyarakat Lampung yang disebut Piil Pesenggiri secara esensial berkaitan dengan eksistensi
manusia dalam hubungannya dengan Tuhan, dengan sesama manusia dan dengan alam
lingkungan. Oleh karena itu secara filosofis dapat dikatakan bahwa filsafat
hidup Piil Pesenggiri pasti mengandung
nilai ketuhanan, nilai- nilai kemanusiaan dan nilai nilai kehidupan.
C. Filsafat Hidup
Piil Pesenggiri dalam Perspektif Aksiologi
Aksiologi
menurut Kattsoff (1992: 327.328) adalah teori atau pengetahuan yang menyelidiki
kriteria dan hakikat nilai, sehingga aksiologi pasti terkait dengan nilai dan
penilaian. Nilai ialah sesuatu yang karenanya orang melakukan sejenis tanggapan
tertentu atau suatu tanggapan penilaian (Bakhtiar, 2004: 165, Kattsoff, 1992:
332). Karena itu artikel ini fokus pada pemahaman tentang hakikat dan fungsi
nilai nilai filsafat hidup Piil
Pesenggiri. Adapun beberapa nilai yang ditemukan dalam filsafat hidup Piil
Pesengiri dengan keempat unsur
pendukungnya tersebut secara
keseluruhan
adalah: nilai ketuhanan (kekudusan), nilai religius (keagamaan), nilai
spiritual, nilai moral, nilai intelektual, nilai individual, nilai sosial dan
nilai material. Nilai nilai tersebut dapa dipadatkan lagi menjadi
nilai
ketuhanan, nilai kemanusiaan dan nilai kehidupan.
Pemadatan nilainilai
tersebut berdasarkan asumsi falsafati bahwa ketiga nilai yang bersifat
universal dan abstrak itu adalah sumber dan tempat diturunkannya nilai nilai
yang lain, misalnya nilai ketuhanan yang berkaitan erat dengan nilai religius
menurunkan nilai spiri tual dan nilai kemanusiaan, kemudian nilai kemanusiaan
menurunkan nilai kehidupan yang meliputi nilai moral, nilai sosial,
nilai individual, nilai
intelektual dan nilai material.
Nilai nilai
tersebut merupakan sebuah struktur yang
utuh, nilai yang satu dengan nilai yang
lainnya memiliki korelasi atau hubungan yang sangat erat dan mendasar.
1. Hakikat dan
Fungsi Nilai Ketuhanan dalam Filsafat
Hidup Piil Pesenggiri
A.Saih, salah
satu tokoh adat kebudayaan Lampung Pepadun Tulangbawang, dalam wawancara dengan
penulis pada tanggal 14 Juni 2010 menjelaskan bahwa nilai ketuhanan dalam filsafat hidup Piil Pesenggiri bersifat absolut dan tidak
berubah oleh perkembangan zaman. Keyakinan masyarakat Lampung adalah bahwa
seluruh isi jagat raya ini berasal, diciptakan dan milik Tuhan sehingga keyakinan kepada Tuhan menjadi ruh
dari seluruh kehidupan
masyarakat Lampung, termasuk menjiwai filsafat hidup Piil Pesenggiri
dan seluruh unsur pendukungnya Ia menambahkan bahwa kepercayaan masyarakat
Lampung terhadap Tuhan sudah berjalan cukup lama atau semenjak masyarakat
Lampung eksis di bumi Lampung atau mulai dari zaman Animisme hingga masuknya
Islam di Lampung.
Relevan dengan
penjelasan A. Saih tersebut, dalam kitab Kuntara Radjaniti tepatnya pada
pasal “Berguru dari Pengalaman”,
di antara ayatnya menyebutkan, “
Sebab yang kini dinanti di sana, Dunia
ditimbang akhirat, Bumi ditimbang langit,
Siang ditimbang malam, Susah ditimbang senang, Pahit ditimbang manis,
Salah ditimbang benar, Perkara ditimbang hukum. Yang empunya hukum adalah Tuhan, hukum itulah yang
harus ditakuti (ditaati), maka
manusia harus berhati hati. Tuhan itu tahu di luar tahu, di dalam
tahu, di muka tahu, di belakang tahu, maka janganlah takabbur, ujub dan
riak.” Ketentuan pasal pasal tersebut mengandung makna bahwa semua kreatifitas dan
aktifitas yang dilakukan manusia di dunia ini akan membawa akibat di hadapan
Tuhan dalam bentuk pertanggungjawaban di alam pertimbangan kelak. Karena itu
manusia dalam menjalankan kehidupan di
dunia ini harus dengan keseimbangan dan ketelitian atau kehati
hatian serta sesuai dengan kehendak
Tuhan. Keharusan semacam itu berdasarkan
keyakinan masyarakat Lampung bahwa Tuhan Maha
Tahu atas kesemestaan dengan segala isinya termasuk manusia dengan semua
kreatifitas dan aktifitas yang dilakukan dalam kehidupan.
Dapat ditegaskan bahwa hakikat nilai ketuhanan bagi masyarakat Lampung adalah sumber dari segala sumber yang mendasari dan memancar ke dalam seluruh rangkaian kehidupan manusia.
Setelah
memahami hakikat nilai ketuhanan tersebut,
kemudian dapat dikemukakan mengenai fungsi nilai ketuhanan dalam filsafat hidup Piil Pesenggiri. Secara filosofis nilai
ketuhanan itu berfungsi sebagai sumber
dan dasar dari seluruh inspirasi
masyarakat
Lampung dalam menjalankan seluruh aktifitas untuk mencapai tujuan kehidupan. Dalam pengertian
bahwa seluruh aktifitas masyarakat
Lampung harus bernuansa ibadah kepada
Tuhan atau yang bernilai positif sesuai dengan perintah Tuhan, baik
kreatifitas dan aktifitas yang bersi fat praktis maupun teoretis, vertikal maupun horizontal. Inilah yang disebut nilai nilai religiusitas. Karena itu nilai ketuhanan
dalam konteks filsafat hidup masyarakat
Lampung dikatakan berkorelasi dengan nilai religius. Bagi masyarakat
Lampung tidak ada nilai ketuhanan tanpa nilai religius
(agama) dan sebaliknya tidak ada nilai religius (agama)
tanpa nilai
ketuhanan.
Nilai ketuhanan
dan nilai religius ini juga berkaitan
erat dengan nilai spiritual. Menurut Keraf (2002: 282) nilai spiritual merupakan nilai yang berkorelasi dengan
kesadaran akan adanya hubungan manusia dengan seluruh ciptaan Tuhan yang ada
pada kesemestaan ini. Nilai
spiritualitas merupakan kesadaran yang lebih
tinggi sekaligus juga mendasari dan mewarnai seluruh hubungan dari semua ciptaan di alam semesta, termasuk
hubungan manusia dengan manusia,
manusia dengan alam dan manusia dengan yang
Maha Gaib atau yang Kudus.
Penjelasan Keraf itu koheren dengan apa yang dikemukakan A. Saih
(Wawancara, tanggal 14 Juni 2010) bahwa masyarakat adat Lampung semenjak
zaman Animisme telah mengakui adanya nilai nilai spiritual (gaib).
Masyarakat
Lampung sejak awal telah memperhitungkan
kekuatan kekuatan gaib (nilai spiritual)
seperti
pada saat
membuka ladang dan akan mendirikan rumah terlebih dahulu diada
kan upacara doa bersama dan lain sebagainya. Lebih jelas lagi dalam sistem kepercayaan
masyarakat Lampung alam diperlakukan
secara terhormat karena diyakini oleh masyarakat Lampung manusia dan alam adalah sebagai
makhluk Tuhan yang sama sama memiliki kekua
tan spiritual
(gaib). Manusia dan makhluk alam lainnya
ditempatkan sebagai yang harmonis, sebab
keduanya saling memberi makna dalam kehidupan. Keraf (2002: 283)
menambahkan bahwa pengaruh langsung dari nilai spiritual adalah setiap perilaku manusia bahkan sikap batin yang paling tersembunyi
dilubuk hati manusia harus ditempatkan dalam konteks yang sakral dan
spiritual sehingga baik secara individu maupun
kelompok, perilaku dan sikap batin manusia harus murni, bersih baik
terhadap diri sendiri, sesama manusia maupun terhadap alam. Di sini nilai
ketuhanan berfungsi sebagai pendorong, pengarah dan pedoman umat manusia (masyarakat Lampung)
untuk mencapai cita cita luhur dan
tujuan hidup yang sesuai dengan hakikat
kemanusiaan.
2. Hakekat dan
Fungsi Nilai Kemanusiaan dalam Filsafat
Hidup Piil
Pesenggiri
Nilai
kemanusiaan dengan mengacu pada hakekat manusia
dalam pandangan masyarakat Lampung adalah bahwa manusia secara ontologis merupakan makhlukmonodualis,
yang terbentuk dari unsur material (jasad) dan immaterial (ruh),
memiliki potensi dasar yang disebut
akal, indera dan hati (intuisi) serta secara kodrati bersifat individual dan sosial. Hakikat
manusia dalam filsafat hidup Piil
Pesenggiri ini sesuai dengan hakekat
manusia dalam kajian Pancasila dan
Islam. Kaelan (2002: 160) mengemukakan
bahwa manusia sebagai makhluk Tuhan
sejak lahir adalah merupakan makhluk pribadi yang tersusun atas jasmani dan rohani. Manusia
memiliki akal budi dan kehendak yang
pada awalnya merupakan suatu potensi yang harus
berkembang terus menerus untuk menjadi pribadi yang sempurna
dan mencapai
tujuan eksistensinya. Kaelan (2002: 161-162)
menambahkan bahwa yang dimaksud nilai kemanusiaan itu adalah kesesuaian dengan hakikat manusia.
Unsur unsur
hakikat manusia itu dapat dikemukakan
sebagai berikut:
1. Susunan
kodrat manusia terdiri atas:
a. Raga yang terdiri atas unsur benda
mati, unsur binatang dan
unsur tumbuhan
b. Jiwa terdiri atas unsur akal, rasa dan
kehendak.
2. Sifat sifat
kodrati manusia terdiri:
a. Makhluk individu
b. Makhluk sosial.
3. Kedudukan
kodrat manusia terdiri atas:
a. Makhluk berdiri sendiri
b. Mahluk Tuhan.
Secara
filosofis dapat diinterpretasikan bahwa hakekat
manusia yang terbentuk dari unsur raga dan jiwa menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk material
spiritual (raga dan jiwa), individual
dan sosial, berdiri sendiri dan makhluk Tuhan.
Konsekuensi dari hakekat tersebut, maka yang dimaksud nilai kemanusiaan meliputi berbagai macam nilai
seperti yang
Dikemukakan Walter G. Everet yang dikutip oleh Kodhi dan
Soejadi
(1994: 23, 24)
yang mengolongkan nilai manusiawi ke dalam
delapan
golongan:
1.Nilai nilai ekonomis (ditujukan oleh
harga pasar dan meliputi
semua benda yang dapat dibeli).
2, Nilai kejasmanian (membantu pada kesehatan, efisiensi dan
keindahan dari kehidupan badan).
3.
Nilai nilai
hiburan (nilai nilai permainan dan
waktu senggang yang dapat menyumbang pada pengayaan kehidupan).
4. Nilai nilai sosial (berasal mula dari perserikatan
manusia).
5. Nilai nilai watak (keseluruhan dari keutuhan
kepribadian dan sosial yang dinginkan).
6. Nilai nilai estetis (nilai nilai keindahan dalam alam
dan karya
seni).
7.
Nilai nilai intelektual (nilai nilai pengetahuan dan pengejaran
kebenaran).
8. Nilai nilai keagamaan.
Macam
macam nilai yang berkaitan dengan
kemanusiaan tersebut di atas dapat
diperas lagi menjadi nilai material dan ketuhanan (material dan immaterial).
Oleh sebab itu manusia dikatakan sebagai
makhluk kedua,tunggalan atau dwitunggal. Jadi
hakikat nilai kemanusiaan itu adalah nilai material dan nilai kekudusan atau ketuhanan yang bersifat
kedua tunggalan. Soejadi (1999: 98) mengemukakan bahwa sila
kemanusiaan dalam Pancasila meliputi
pengakuan persamaan derajat, hak dan
kewajiban antara sesama manusia, saling mencintai sesama manusia,
mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena mena, menjunjung tinggi persoalan persoalan
kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, sikap hormat menghormati
dan bekerjasama. Sedangkan manusia dalam
pandangan Islam, sebagaimana diungkapkan
oleh Nasution (2005: 30-31), seperti halnya dalam agama monoteisme
lainnya, tersusun dari dua unsur, yaitu unsur jasmani dan unsur rohani.
Tubuh manusia berasal dari materi dan mempunyai kebutuhan kebutuhan materiil,
sedangkan roh manusia bersifat immateri dan mempunyai kebutuhan spiritual.
Relevan dengan Nasution, Jalaluddin dan
Abdullah (2007: 130.131) mengemukakan
bahwa Islam secara tegas mengatakan hakikat manusia berkaitan antara badan dan
ruh. Menurut Islam manusia terdiri dari substansi materi dari bumi dan ruh yang
berasal dari Tuhan.
Oleh karena itu
hakikat manusia adalah ruh dan jasadsebagai alat yang dipergunakan ruh dan
tanpa keduanya maka bukan manusia. berkualitas, dalam arti seorang pemimpin harus memiliki
integritas
religiusitas,
spiritualitas, moralitas dan intelektualitas serta komitmen semacam itu harus
dijalankan secara konsekuen (sebagai panggilan suci) dan penuh dengan tanggung
jawab.
Kalimat
ketiga mengandung makna seorang pemimpin
harus berhati hati dalam menetapkan suatu kebijakan, karena setiap kebijakan
akan membawa konsekuensi baik di hadapan manusia maupun dihadapan Tuhan
(pemimpin harus moralis dan teologis).
Kalimat
Keempat mengandung makna bahwa pemimpin harus menjaga moralitas agar tidak
terjebak dalam prilaku yang tidak baik, sehingga masuk dalam ranah kejahatan.
Kalimat kelima menunjukkan beberapa
contoh yang dapat merusak kehidupan masyarakat
jika pemimpin (penyimbang)
tidak dapat menjaga dan melaksanakan empat
ketentuan sebelumnya, misalnya pemimpin
tidak dapat mewujudkan kebersamaan, berperilaku yang tidak berkeadilan dan tidak memberikan kepeloporan,
keteladanan dan
tidak
memahami keinginan dan cita cita luhur masyarakat. Jadi aktualisasi politik kepemimpinan sangatlah
urgen sebagai strategi pengembangan
kebudayaan dan peradaban masyarakat yang
berbasis nilai nilai luhur kemanusiaan dalam filsafat hidup Piil
Pesenggiri). Untuk menciptakan kebudayaan yang berdasar kan nilai nilai kemanusiaan tersebut, secara kausalitas
sangat tergantung pada model politik
para pemimpin yang mengedepankan asas musyawarah dan mufakat yang dalam filsafat hidup Piil Pesenggiri disebut sebagai kongkretisasi
nilai keseimbangan dan kewiba waan.
Nilai
keseimbangan artinya tidak berfokus pada kepentingan pribadi, kelompok atau golongan, melainkan
untuk kebersamaan dan keadilan yang
berkeseimbangan. Nilai kewibawaan artinya
seorang pemimpin harus mampu memahami eksistensi diri yang dikelilingi oleh berbagai realitas yang
dipimpin, maka pemimpin harus memiliki
kemampuan, baik kemampuan lahiriah maupun
batiniah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar