Selasa, 05 Mei 2020

PASTIKAN HATI YANG SEHAT KETIKA MENATAPKAN KEPUTUSAN

Ibnu Thaimiyah mengatakan 
bahwa hati yang sehat itu berciri keyakinan akan kebenaran
Sedang Hati Yang sakit adalah bersikap
ragu ragu. 

SESEORANG BISA YAKIN AKAN KEBENARAN 
Selain Banyak Ilmu Dia Yakin bahwa 
keputusannya sejalan dengan perintah dan larangan
Allah SWT.

KITA MEMILIKI PELUANG UNTUK MENILAI DIRI
SENDIRI, APAKAH HATI KITA SEHAT ATAU  BELUM

TERKAIT KASUS CORON nampaknya kita bisa mengukur diri sendiri secara mandiri, apakah kita sejatinya telah memiliki jiwa yang sehat. Kemungkinan yang lain adalah jiwa kita mati, manakala kita tak memiliki pengetahuan terkait virus corona. Jiwa kita disebut sedang tidur manakala justeru kita melakukan kelalaian terkait virus yang membahayakan ini. Atau kita dikelompokan sebagai jiwa yang sakit  manakala sejatinya kita ragu ragu dan hanya mengikuti saja kemana angin deras. Terkait dengan agama Islam maka unnat terbagi dua. Ada yang tetap sholat di Masjid termasuk lima waktu, berjama'ah dalam rarawih, dan tetap melaksanakan  sholatr Juma'at. Tetapi ada yang sejak pagi pagi telah  memutuskan bahwa kegiatan sholat sepenuhnya dilaksanakan di rumah selain sholat lima waktu, taraweh dan sholat Jum'at. Hatta belum dikategorikan sebagai zona merah. Padahal ulama menganjurkan sholat di rumah saja bila pihak berwenang menyatakan bahwa zona itu sudah termasuk zona merah.  

Suatu daerah disebut sebagai zona merah manakala di derah itu di dapatkan seseorang yang hanya beraktivitas di daerah lokal itu saja tertular dari orang lain yang juga hanya beraktivitas di lokalan itu saja pula. Virus corona bukan lagi didapat akibat kontak dengan orang luar, tetapi virus itu sudah terkategoro (produk lokal ?) Untuk zona merah itu MUI sepakat untuk menganujurkan (garisbawahi) sholat dirumah saja termasuk lima waktu, taraweh dan sholat jumat.

Kita batasi masalah ini dengan hanya Kota Bandar Lampung saja. Tim menyimpulkan bahwa Kotamadya Bandar Lampung termasuk zona merah, Pemerintah melarang ummat Islam sholat taraweh, sholat jum'at di Masjid. Tetapi sholat lima waktu silakan jika ingin sholat di masjid atau musholla. Dan sikap para jamaah ternyata bernekaragam.Dan salah satu kelompok dari ummat tetap beraktivitas peribadatan di Masjid dan Musholla karena Pemerintah juga simpang siur, sehingga ummat memilih cara sendiri. Salah satu pemicunya adalah Pemerintrah sendiri tidak dalam satu suara.

Tetapi ada yang menarik. Ada yang belum lagi larangan Pemerimntah untuk tidak sholat taraweh dan Jumatan, mereka telah memutuskan tidak lagi mengunjungi musholla dan Masjid, mereka full sholat di rumah. Ada juga yang sekalipun sudah keluar larangan namun mereka tetap saja sholat lima waktu, taraweh dan jumatan di Masjid. Tetapi ada juga yang datang sesekali walaupun semua telah menyatakan tak akan sholat di Musholla dan Masjid sebelum Corona reda. Ada yang menyatakan akan siap selalu sholat di Masjid dan Musholla tetapi sesekali tak nampak juga. Katakasnlah hal itu menjadi pilihan masing masing, karena viral di masyarakat agak nertentangan antara satu dengan yang lain. Maka kini kita bisa menilai apakah dilakukan sesuai hati yang sehat, itu penting karena dengan hati yang sehat, maka akalpun akan menjadi sehat pula.   .

Setidaknya hati itu bisa dikalssifikasikan menjadi  Hati yang hidup vs Hati yang mati, Hati yang Bangun VS hati yang tidur, Hati Yang Sehat VS Hati yang Sakit. Hati yang mana yang kita pumya, hati yang mana yang kita  gunakan ketika mengambil kesimpulan untuk dilaksaanakan. Berdasarkan Ketetapan Hati kita.
Keputusan berdasarkan Hati Yang Hidup, manakala kesimpulan dan keputusan hati  berdasarkan Pengetahuan yang standar untuk bisa memutuskan sesuatu. Karena ini terkait Corona, maka ilmu dan pengetahuan  yang dimaksud adalah terkait Coirona. Manakala Keputusan itu kita putuskan ketika kita sedang posisi kurang informasi tentang Corona, maka berarti kita memutuskan sesuastu dalam keadaan hati yang sejatinya sedang tidah hidup, atauy tepaynya kita memutuskan sesuatu dalam posisi hati yang mati.

Disebut Hati kita sedang Bangun, Ketika itu kita putuskan ketika belum atau bahkan tidak membaca baca ulang bagaimana petunjuk Allah dan Rasulnya terkaiy wabah penyakit menular, ketika itu kita putuskan dalam posisi tidak tahu tentang itu, maka sesungguhnya hati kita tidak dalam keadaan bangun. Dan disebut hati kita tidur manakala kita memutuskan sesuatu dalam posisi lalai.  (lihat tulisan terdahulu).Dan kita akan tercatat sebagai orang yang lalai ketika kita sanggup memutuskan sesuatu hanya dengan pengetahuan dan bahan bacaan sekedarnya, dan dengan pertanggungjawaban alakadarnya.

Disebut Hati Yang Sehat, manakala semua tahapan meliputi, hidupnya hati dan bangunnya hati terampawi secara sempurna dan meyakinkan. Ketika dalil dalil yang meyakinkan itu dijadikan dasar pengampilan keputusan maka berarti kepusutasn itu diambilk dengan hati yang sehat. Dengan hati yang sehat maka besar kemungkinan kita mampu menggunakan akal yang sehat.

Tetapi manakala ada pengetahuan kita yang kurang tentang apa yang telah kita putuskan, maka sesungguhnya hati kita sedang mati, manakala terjadi kelalayan terkait masalah yang telah kita putuskan, maka sesungguhnya hati kita kita sedang tidur. Tetapi yang lebih parah lagi manakala ada sesuatu yang telah kita putuskan dan bahkan sudah dilaksanakan, tetapi sesungguhnya hati kita ragu, maka pada hakekatnya pada saat itu hati kita sedang sakit.Tak mungkin pada saat itu kita bisa menggunakan akal sehat.

Hati kita termasuk sehat manakala pada saat memutuskan :
1, Kita telah memiliki pengetahuan yang memadai untuk menyimpiulkan sikap terbaik terkait Coron.
2. Kita telah mengkonfirmasi semua pengetahuan itu dengan al-Quran dan hadits serta beberapa sejarah yang terkait dengan halk tersebut dan sejalan dengan Islam
3. Berdasarkan ilmu dan agama, sedikitpun takada alasan untuk diragukan.

Hati kita tidak sehat jika dalam memutuskan itu keadaan kita.
1. Penegtahuan kita terkait coronba terbilang minim.
2. Kita tak sempat mengklarifikasi dengan ajaran agama tak maksimal
3. Kita mencari pengetahuan dan ajaran agama sekedar untuk memperkuat alasan sikap kita.
4. Sikap yang kita ambil menyisakan rasa bimbang.
Jika kita menisakan rasa ragu, maka berarti hati kita sedang sakit,
Terserah anda menilai diri anda sendiri.

Wallohu a'lam bishowab.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar